Minggu, 07 Maret 2010

lagu-lagu yang lagi gue cari

Nii daftar lagu2 yang lagi gue cari..
Gue download via 4shared tetep aja gagal..

Bon iver and st. Vincent -rosyln

Maliq and d'essential - untitled

21gun's- green day

New perspective-patd

Jojo - never say good bye

Usher - you make me wanna

Avril lavigne - when you're gone

Ne - yo - it's you

Kahitna - tak akan terganti

The Winner Takes It All – ABBA

Imagine – John Lennon

Rock You Like A Hurricane – The Scorpion

White Flag – Dido

Unholy Confessions – Avenged Sevenfold

With Or Without You – U2

Chop Suey – System of a Down

Crawling – Linkin Park

(I Can’t Get No) Satisfaction – The Rolling Stones

It’s All Coming Back To Me Now – Celine Dion

I Will Always Love You – Whitney Houston

Dream On – Aerosmith

Strawberry Fields Forever – The Beatles

We Belong Together – Mariah Carey

Stan – Eminem

One – U2

I Want It That Way – The Backstreet Boys

Paint it Black – The Rolling Stones

Unintended – Muse

Like a Prayer – Madonna

Leona Lewis - Better In Time

Lil Wayne feat Static Major - Lollipop

Fall Out Boy feat John Mayer - Beat It

Chris Brown - Forever

Avril Lavigne - The Best Damn Thing

Alicia Keys - Teenage Love Affair

One Republic - Say (All I Need)

Coldplay - Violet Hill

Ne-Yo - Closer

Duffy - Warwick Avenue

Danity Kane - Damaged

Jesse Mccartney - Leavin'[/color]

Metro Station - Shake It

Simple Plan - Your Love Is A Lie

Miranda Cosgrove - Leave It All To Me

Marie Digby - Say It Again

Switchfoot - This Is Home

October and April - The Rasmus + Anette Olzon

Live Like We're Dying - Kris Allen

Utopia - Within Tempation + Chris Jones

Time For Miracles - Adam Lambert

Don't Trust Me - 3OH!3

Kings and Queens - 30 Seconds To Mars

Hot n Cold - Katy Perry

be on you - ne yo feat flo rida

Jumat, 05 Maret 2010

too little too late

[Verse 1:]
Come with me
Stay the night
You say the words but boy it don't feel right
What do ya expect me to say (You know it's just too little too late)
You take my hand
And you say you've changed
But boy you know your begging don't fool me
Because to you it's just a game (You know it's just too little too late)

So let me on down
'Cause time has made me strong
I'm starting to move on
I'm gonna say this now
Your chance has come and gone
And you know...

[Chorus:]
It's just too little too late
a little too wrong
And I can't wait
But you know all the right things to say (You know it's just too little too late)
You say you dream of my face
But you don't like me
You just like the chase
To be real
It doesn't matter anyway (You know it's just too little too late)

Yeah yeaaahhh... It's just too little too late... Mhmmm

[Verse 2:]
I was young
And in love
I gave you everything
But it wasn't enough
And now you wanna communicate (You know it's just too little too late)
Go find someone else
In letting you go
I'm loving myself
You got a problem
But don't come asking me for help
'Cause you know...

[Chorus:]
It's just too little too late
a little too wrong
And I can't wait
But you know all the right things to say (You know it's just too little too late)
You say you dream of my face
But you don't like me
You just like the chase
To be real
It doesn't matter anyway (You know it's just too little too late)

[Bridge]
I can love with all of my heart, baby
I know I have so much to give (I have so much to give)
With a player like you I don't have a prayer
That's no way to live
Ohhhh... mmm nooo
It's just too little too late
Yeaahhhh...

[Chorus:]
It's just too little too late
a little too wrong
And I can't wait
But you know all the right things to say (You know it's just too little too late)
You say you dream of my face
But you don't like me
You just like the chase
To be real
It doesn't matter anyway (You know it's just too little too late)

Yeah
You know it's just too little too late
Oh, I can't wait

[Chorus (fading):]
It's just too little too late
a little too wrong
And I can't wait
But you know all the right things to say (You know it's just too little too late)
You say you dream of my face
But you don't like me
You just like the chase
To be real
It doesn't matter anyway (You know it's just too little too late)

Persentasi "A", Makalah "A"

Alhamdulillah Ya Allah,,
aku sangat senang hari ini..
Kau telah memberikan kami kemudahan dalam menjalani persentasi kami..
Tidak sia-sia yang kami kerjakan selama ini..
Cari bahan di internet,,
pergi ke tempat2 koran bekas,,
kerjain tugas sampe malam..
Akhirnya kami mendapatkan hasil yang sangat memuaskan bagi kami..
Khususnya aku,
aku merasa itu suatu penghargaan atas usahaku dalam kelompok..
Kami bisa mendapat nilai A untuk persentasi dan makalah..

Saat dosen mengatakan nilai tadi,,
aku sangat terkejut mendengarnya..
Aku terus berdo'a agar nilai kami bagus..
Aku sangat bersyukur apa yang telah diberikan Allah kepada kami..
Aku sangat berterima kasih kepada Mama dan Papa ku yang mendoakan agar persentas kami berjalan dengan lancar..
Terima kasih juga buat yang udah doain kami agar kami bisa pertahanin prestasi kami..

I ♥ you all!!!
I can't forget this!!
☺ ☺ ☺

Selasa, 02 Maret 2010

penyebab buta aksara

Berita Sulawesi Tengah

Selasa, 17 Juli 2007
Buta Aksara Penyebab Kebodohan dan Kemiskinan
Masyarakat Perlu Aktif Terlibat dalam GNPBA

PALU- Ada tiga hal yang selalu didegungkan pemerintah terkait pembangunan pendidikan di Indonesia, yakni wajib belajar pendidikan dasar, rehabilitasi sekolah dan pemberantasan buta aksara. Pasalnya tiga hal tersebut menjadi indikator penting dan bagian dari Human Development Indeks (HDI).

Menurut Kasubdin Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Dinas Dikjar Sulteng Drs Irwan Lahace MSi, parameter penting dalam penentuan HDI adalah ekonomi, kesehatan dan pendidikan. ‘’Dua komponen penting dalam indeks pendidikan adalah angka melek aksara orang dewasa dan lama pendidikan,’’ kata Irwan Lahace, kemarin (16/7).

Ditemui koran ini di ruang kerjanya, Irwan berbicara mengenai program pemberantasan buta aksara yang terus digalakkan pemerintah. Secara nasional, katanya, angka penduduk buta aksara memang masih mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang ada, kata Irwan, tak kurang dari 15 juta orang Indonesia masih belum mampu baca tulis dan menghitung. Dari jumlah itu, seitar 11 juta orang yang berusia di atas 45 tahun.

Di Sulteng sendiri, angka buta aksara sisa tahun 2006 lalu sebanyak 86.369 orang. Tahun 2007 ini Subdin PLS Dinas Dikjar Sulteng merencanakan menuntaskan sekitar 11.200 orang buta aksara. Target itu disesuaikan dengan dana yang disediakan APBN untuk 6.200 penduduk buta aksara dan APBD Provinsi Sulteng untuk 5.000 orang buta aksara.

Apakah penyandang buta aksara yang berusia di atas 45 tahun perlu dituntaskan? Ditanya seperti itu, Irwan mengatakan justru sangat perlu. ‘’Sebab sudah ada fakta yang menunjukkan bahwa buta aksara itu berbanding lurus dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Jadi sangat tidak manusiawi bila ada anggapan mereka tidak perlu diperhatikan dengan asalan umur yang sudah di atas kepala empat,’’ katanya. ‘’Buta aksara adalah penyebab kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, ketidakberdayaan, pengangguran dan produktivitas rendah,’’ imbuhnya.

Menurutnya, harus didasari bahwa dengan pemberantasan buta aksara sebenarnya dapat menjadi pemicu untuk memperbaiki upaya pembangunan di bidang lainnya. Misalnya, kata Irwan, upaya untuk menurunkan tingkat kematian bayi, meningkatkan umur harapan hidup dan meningkatkan gizi masyarakat. ‘’Bagaimana nasibnya generasi mendatang jika orang tuanya masih mengalami persoalan sosial yang berat seperti itu,’’ ujar Irwan.

Menyinggung jumlah penduduk buta aksara yang masih cukup besar, menurut Irwan bisa disebabkan beberapa faktor. Misalnya, masih terjadinya siswa usia sekolah yang tidak tertampung di sekolah dasar. Ada juga penduduk yang sejak awal memang tidak sekolah karena berbagai alasan, seperti keadaan ekonomi keluarga dan kondisi geografis. ‘’Ada juga penduduk yang pernah mengikuti program pemberantasan buta aksara, namun penduduk itu kembali menjadi buta aksara karena kurang intensif memelihara kemampuan keaksaraannya,’’ katanya.

Dibanding provinsi lain, Irwan mengatakan, Sulteng tidak masuk dalam 9 provinsi yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan kantong atau konsentrasi penduduk buta aksara. Ke-9 provinsi itu masing-masing Jatim, Jateng, Jabar, Sulsel, NTB, NTT, Papua, Banten dan Kalbar.

Dikatakan, Depdiknas telah menetapkan target bahwa angka buta aksara diturunkan hingga 50 persen sampai tahun 2009 mendatang. ‘’Untuk mencapai target itu tentunya harus dilakukan bersama-sama semua lapisan masyarakat dan stakeholeders dalam bentuk Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Aksara (GNPBA) dan mewujudkan masyarakat gemar membaca dan belajar,’’ kata Irwan.

Untuk mendorong GNPBA dilakukan bersama-sama pemerintah daerah yang diberikan melalui block grant untuk kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Selain itu kerjasama dengan unit pelaksana teknis pendidikan luar sekolah seperti Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB), Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPLSP) dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Kerjasama juga bisa dilakukan bersama organisasi kemasyarakatan dan keagamaan seperti PKK, Muslimat NU, Aisyiyah Muhammadiyah dan organisasi sejenis lainnya.(sya)

SUARA PEMBARUAN DAILY

15 Juta Penduduk Indonesia Buta Huruf


JAKARTA - Sejumlah badan dunia seperti UNESCO, UNICEF, WHO, World Bank dan Human
Right Watch sangat prihatin dengan kondisi penduduk dunia yang 861 juta
diantaranya masih mengalami buta huruf atau buta aksara. Ironisnya, 15,04 juta
diantaranya berada di Indonesia.

Pasalnya, masalah buta huruf atau buta aksara sangat terkait dengan kemiskinan,
keterbelakangan, kebodohan dan ketidakberdayaan masyarakat.

Atas dasar inilah badan-badan internasional gencar mengkampanyekan dan
mensosialisasikan pentingnya pemberantasan butu aksara di dunia khususnya negara
belahan dunia ketiga seperti Indonesia.

"Indonesia yang terlibat dalam forum Dakar - Senegal, sebuah forum negara
belahan dunia ketiga sepakat dengan point penting akan pengentasan masalah buta
aksara ini yakni mengurangi buta aksara sebesar 50 persen pada tingkat orang
dewasa pada tahun 2015. Sementara tekad pemerintah sekarang adalah mengurangi
hingga tinggal 5 persen pada tahun 2009 dari angka buta aksara yang saat ini di
Indonesia masih terdapat 15,04 juta," ujar Dirjen Pendidikan Pendidikan Luar
Sekolah, Dr Ace Suryadi kepada Pembaruan di sela acara rangkaian Hari Aksara
Internasional di Jakarta, Jumat (24/11).

Menurut Ace, berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2005, posisi
kebutaaksaraan penduduk Indonesia secara nasional untuk kelompok 10 tahun keatas
sebanyak 15,04 juta orang. Dengan perincian jumlah penduduk usia 15 - 44 tahun
yang buta huruf tercatat 3,.5 juta orang, sedangkan usia 45 tahun keatas yang
masih buta huruf tercatat 11,07 juta.

Sedangkan kemampuan pemerintah melalui APBN setiap tahun hanya mampu
membelanjakan sekitar 150.000 orang dan diperkirakan untuk tahun 2006 orang yang
berhasil dimelek hurufkan sekitar 420.000 orang.

Dengan demikian jika hanya mengandalkan pada kemampuan pemerintah, target
penyelesaian rencana pembangunan jangka menengah sebanyak 1.500.000 orang
pertahun berhasil dimelekhurupkan dirinya sangat pesimis hal itu bisa tercapai.

"Masalahnya UNDP menjadikan angka melek aksara ini menjadi satu variable dari
empat indikator untuk menentukan indeks pembangunan manusia (IPM) suatu negara,
disamping rata-rata lama pendidikan, rata-rata usaia harapan hidup (indeks
kesehatan) dan pengeluaran keluarga (indeks ekonomi). Variable kebutaaksaraan
penduduk ini sangat penting, baik secara statitika maupun praksis sehingga
sangat mempengaruhi IPM suatu negara. Oleh karena itu, apabila dilihat dari
perspektif nasional maka pemberantasan buta aksara mempunyai nilai strategis
disamping indikator lain," ujarnya.

Berdasarkan laporan UNDP tahun 2005, peringkat HDI Indonesia berada pada posisi
111 dari 177 negara. Sementera peringkat HDI Indonesia dibandingkan dengan
negara-negara di kawasan Asia sangat jauh tertinggal.

Di Asia Tenggara kita sangat jauh tertinggal dari Singapura, sedangkan Malaysia
berada diperingkat 59, Thailand peringkat 76, Philipina peringkat 83 dan Vietnam
peringkat 109.


1 Juta Anak DO

Sementara itu, pengamat sosial kemasyarakat Universitas Sebelas Maret, Prof Dr
Sodiq A Kuntoro menegaskan disamping faktor kemiskinan baik struktural dan
absolut, penyebab buta aksara juga dipengaruhi oleh masih tingginya angka putus
sekolah di Indonesia.

ìAdanya krisis multidimensional ini sangat mempengaruhi usaha pemerintah untuk
mensukseskan wajib belajar 9 tahun. Setiap tahun hampir 1 juta anak terancam
putus sekolah dasar dikarenakan berbagai sebab.

Angka putus sekolah SD dan madrasah ibtidaiyah, dalam enam tahun terakhir
rata-rata putus sekolah sebanyak 761.366 anak dari seluruh jumlah siswa SD dan
MI sebanyak 25.729.254 anak di Indonesia,î ujar Sodiq.

Putus sekolah anak SD ini, lanjutnya menjadi penyumbang terbesar bagi
bertambahnya jumlah buta aksara di Indonesia karena menurut penelitian UNESCO,
jika peserta pendidikan sekolah dasar mengalami putus sekolah khususnya ketika
dia masih duduk di kelas 1 hingga kelas 111, maka dalam empat tahun tidak
menggunakan baca tulis hitungnya, maka mereka akan menjadi buta aksara kembali.

Belum lagi masih banyak anak Indonesia yang belum memiliki kesempatan untuk
masuk sekolah karena orang tua atau keluarganya tidak mampu.

Kondisi ini memaksa orang tua untuk mempekerjakan anak mereka untuk mendatangkan
pemasukan tambahan bagi keluarga.

"Belum lagi luasnya geofrafis dan masih banyaknya suku-suku terasing dan
terpencil sehingga sangat jauh dari jangkauan untuk mendapatkan akses
pendidikan. Hal ini menjadi faktor yang sangat kuat bagi pemerintah untuk dapat
mensukseskan pengentasan buta huruf di Indonesia," ujarnya. (E-5)

buta aksara dan cara penanggulangannya

Detectivetomboyz.multiply.com

Buta aksara fungsional adalah sebutan yang digunakan untuk menjelaskan kemampuan membaca dan menulis yang belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini sama dengan buta aksara dalam arti terbatas, yang berarti ketidakmampuan untuk membaca atau menulis kalimat sederhana dalam bahasa apapun.

Hak dari seperlima populasi orang dewasa di seluruh dunia untuk melek huruf hingga kini masih terabaikan.

Setidaknya, sebanyak 771 juta orang usia 15 tahun ke atas hidup tanpa memiliki keterampilan keaksaraan dasar.

Sebagian besar dari mereka, khususnya berada di sub Sahara Afrika, Asia Barat, Selatan, Timur, dan Pasifik, dengan kondisi kaum perempuan yang melek aksara lebih rendah dari pada laki-laki.

Laporan Pengawasan Global Pendidikan Untuk Semua (PUS) 2006 menyebutkan, terdapat 88 perempuan dewasa buta huruf pada setiap 100 laki-laki dewasa yang sudah melek huruf.

Jumlah yang lebih kecil ditemui di negara yang berpendapatan rendah seperti Bangladesh (62 dari 100 laki-laki) dan Pakistan (57 dari 100 laki-laki).

Laporan itu menyebutkan, masalah buta aksara menjadi persoalan yang terjadi hampir di semua negara, khususnya negara berkembang yang erat kaitannya dengan kondisi kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan ketidakberdayaan masyarakatnya.

Namun demikian, masalah pemberantasan buta aksara di banyak negara masih terganjal oleh rendahnya komitmen para pemimpin politik untuk memasukkan pembiayaan program keaksaraan tersebut sebagai prioritas.

Dalam kenyataannya, banyak negara mengaloksikan hanya satu% anggaran dari anggaran negara untuk pembiayaan pembangunan pendidikan.

Laporan PUS 2006 menekankan tentang pentingnya para pemimpin politik pada tingkat tertinggi berkomitmen untuk membuat kebijakan yang jelas tentang keaksaraan, khususnya pada tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pertama.

Kondisi jumlah penduduk buta aksara yang tinggi itu kemudian mendorong negara-negara yang tergabung dalam forum Dakar-Senegal, tahun 2000, menetapkan satu poin penting untuk pengurangan sebesar 50% tingkat buta aksara orang dewasa tahun 2015.

Selain upaya pengurangan yang dilakukan negara-negara forum Dakar, dukungan juga datang dari badan dunia seperti Unesco, Unicef, WHO, World Bank dan badan-badan internasional lainnya untuk melakukan kampanye dan sosialisasi pentingnya pemberantasan buta huruf di seluruh dunia.

Kampanye tentang melek aksara itu diarahkan pada pemahaman bahwa peningkatan kemampuan keaksaraan dapat memberikan manfaat lebih luas, termasuk berpikir kritis, perbaikan kesehatan, keluarga berencana, pencegahan HIV/AIDS, pendidikan anak, pengentasan kemiskinan, dan hak-hak kewarganegaraan.

UNDP menjadikan angka melek aksara sebagai variabel dari empat indikator untuk menentukan Indeks Pembangunanan Manusia (IPM) suatu negara, di samping rata-rata lama pendidikan, rata-rata usia harapan hidup (indeks kesehatan) serta indeks perekonomian berupa pengeluaran per kapita.

Karena alasan tersebut, banyak negara khususnya di negara berkembang berlomba-lomba meningkatkan jumlah penduduk melek aksara.

Di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka buta aksara tinggi; Indonesia masuk dalam jajaran 34 negara di dunia yang jumlah penderita buta aksaranya tinggi.

Menurut Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Ace Suryadi mengatakan, jumlah buta aksara saat ini mencapai 15,4 juta.

Depdiknas menargetkan angka buta aksara bisa diturunkan hingga 50% dari 15.414.211 orang menjadi 7.707.105 orang pada akhir tahun 2009.

"Dengan asumsi bahwa setiap tahun kita bisa memelekkan 1,5 juta penderita buta aksara. Dengan demikian, pada akhir 2009 diperkirakan angka buta aksara di Indonesia tinggal separuhnya," kata Ace optimis.

Sekarang ini, kata dia, gerakan pemberantasan buta aksara masih difokuskan pada sembilan provinsi dengan penduduk buta aksara terbanyak, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Papua, NTB, Kalimantan Barat, NTT, dan Banten.

"Provinsi-provinsi ini merupakan daerah kantong buta aksara. Sehingga kalau sembilan propinsi ini bisa tergarap dengan baik, maka Human Development Indeks (HDI) Indonesia akan langsung membaik," katanya.

Usaha penuntasan buta aksara di Indonesia dilakukan secara terus-menerus sejak tahun 1997 meski pada kenyataannya gerakan tersebut bahkan sudah dimulai sejak 50 tahun lalu.

Beberapa persoalan yang mendorong tingginya jumlah penduduk buta aksara antara lain disebabkan adanya penduduk yang sejak awal memang tidak sekolah karena berbagai alasan seperti keadaan ekonomi keluarga dan kondisi geografis tempat tinggal mereka.

Selain itu, terjadinya buta aksara juga akibat tingginya angka putus sekolah, sementara warga belajar yang telah mengikuti program pemberantasan buta aksara tidak memperoleh pemeliharaan secara intensif.

Program wajib belajar sembilan tahun saat ini menjadi salah satu pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi buta aksara pada anak-anak usia sekolah; data menyebutkan setiap tahun hampir satu juta anak sekolah dasar terancam putus sekolah.

Komitmen pemerintah dalam pemberantasan buta aksara ditunjukkan melalui serangkaian kegiatan kunjungan kerja Mendiknas Bambang Sudibyo ke daerah-daerah yang masih memiliki angka buta aksara tinggi.

Dalam setiap kesempatan kunjungannya, Mendiknas selalu mengingatkan mengenai pentingnya pemberantasan buta aksara yang hingga kini, bagia dia, masih menjadi "aib" di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

"Pemberantasan buta aksara perlu strategi atau model pembelajaran baru," katanya.

Pendekatan baru itu, kata dia, dengan mengubah model pembelajaran paket A setara SD dan paket B setara SLTP yang semula hanya menggunakan bahasa Indonesia, ditambah dengan bahasa Ibu.

"Harus dibalik menjadi 2-3 bulan pertama menggunakan bahasa Ibu, kemudian, bulan keempat menggunakan bahasa Indonesia," katanya.

Selain itu, dalam waktu dekat pemerintah berencana menerbitkan instruksi presiden (Inpres) mengenai pemberantasan buta aksara.

Inpres itu sebagai penguatan komitmen pemerintah untuk menuntaskan buta aksara yang ditargetkan selesai pada 2009.



Desa Cerdas
Tingginya angka buta aksara di suatu daerah dapat menjadi cermin bagaimana suatu daerah mengelola dan memajukan sektor pendidikannya.

Apalagi seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah maka sebagian besar dari pengelolaan dan kebijakan sektor pendidikan telah menjadi kewenangan pemerintah daerah.

Beberapa provinsi memang telah menempatkan pemberantasan buta aksara sebagai salah satu program prioritas di sektor pendidikan.

Tengok saja provinsi Jawa Barat dengan "Desa Cerdas"- nya.

Program "Desa Cerdas" dilaksanakan di 700 desa tertinggal dalam upaya mengurangi angka putus sekolah, pemberantasan buta aksara melalui pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun dan program kesetaraan kelompok belajar paket A setara SD dan B setara SLTP.

Program "desa cerdas" meniru langkah Departemen Kesehatan melalui program desa sehatnya. Program tersebut diharapkan mampu mengurangi angka putus sekolah, angka mengulang siswa dan buta aksara.

Sementara itu di Bondowoso, Jawa Timur, program pemberantasan buta aksara dilaksanakan melalui pendekatan "kekuasaan", yakni melibatkan aparat pemerintahan daerah, mulai dari pamong desa, guru dan sebagainya untuk menuntaskan buta aksara dengan membina satu penduduk buta aksara mampu membaca, menulis, dan berhitung (calistung).

Di daerah lain, seperti di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan sejumlah provinsi lain seperti di Manado digunakan pendekatan penuntasan buta aksara melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).

Belajar membaca, menulis dan berhitung dilaksanakan dengan memberikan daya tarik atau "iming-iming" kursus keterampilan gratis seperti menjahit, memasak, sablon, bengkel bubut dan sebagainya.

Dhejemuhammad.blog.friendster.com

Kapan Bebas Buta Aksara?

Ada kabar buruk! Sekitar 14,8 juta orang Indonesia adalah penyandang buta aksara. Ada sembilan provinsi yang memiliki kantong-kantong penduduk buta aksara besar di Indonesia, peringkat tiga besar ditempati Jawa Timur (29,32 %), Jawa Tengah (21,39 %), dan Jawa Barat (10,66 %), sedangkan yang lain Banten, Kalbar, Sulsel, NTB, NTT dan Papua. Sembilan provinsi ini “menyumbang” 81 persen lebih warga buta aksara di Indonesia. Selebihnya (19 %) berada di 22 provinsi lain di tanah air.
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sudah merangkul beberapa organisasi yang dikenal memiliki jaringan hingga lapis bawah. Ini untuk turut melaksanakan Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Aksara Intensif dam Perluasan Layanan Pendidikan Anak Usia Dini di seluruh Indonesia.
Tentu angka yang disebut Mendiknas adalah jumlah penduduk, remaja usia kerja (10 tahun lebih). Angka ini lebih baik daripada tahun sebelumnya (2004), dimana penduduk usia kerja yang buta aksara tercatat 3.333.092 orang atau 10,40 persen dari jumlah penduduk di Jawa Tengah.
Suatu daerah dinyatakan bebas buta aksara, kalau Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) mencapai 100 persen atau lebih. Dua indikator ini terkait dengan jumlah remaja usia sekolah yang menempuh jenjang pendidikan tertentu, terutama sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah lanjutan tingkat pertama/madrasah tsanawiyah (SLTP/MTs), serta sekolah lanjutan tingkat atas/madrasah aliyah (SLTA/MA).
Sejak tahun ajaran 2004/2005, APK untuk jenjang pendidikan SD/MI di Jawa Tengah khususnya sudah mencapai 100 persen lebih. Tetapi APM pada jenjang pendidikan yang sama masih 89,72 persen. Angka APK dan APM makin rendah di tingkat SMP/MTs. Kalau kedua jenjang pendidikan dasr ini digabung, hasilnya pun masih jauh dari kategori bebas buta aksara, yaitu 98,47 persen untuk APK dan 80,57 persen untuk APM.

Maka ancangan yang dibuat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Jawa Tengah perlu dijadikan pegangan kita bersama. Instansi ini menargetan APK pendidikan dasar sudah di atas 100 persen pada akhir tahun ajaran 2005/2006. sedangkan APM baru dapat terealisasi pada tahun 2008. melihat kondisi terkini yang diwarnai berbagai kenaikan harga da penurunan daya beli masyarakat yang ikut mempengaruhi, Dinas P dan K hanya menargetkan APM sebesar 92,55 persen hingga tahun ajaran 2006/2007.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah mempercepat penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Dinas P dan K akan melakukan penambahan ruang kelas baru, pembangunan TK/SD satu atap dan SD/SMP satu atap, program inklusi, membuka SMP Terbuka, dan Kelompok Belajar (Kejar) Paket B setar dengan SMP.
Menurut Kepala Dinas P dan K Jawa Tengah, Drs. Rodjikin MM., sudah mulai dikembangkan Program Desa Tuntas Aksara, meningkatkan pemberian beasiswa bagi siswa dari keluarga kurang mampu, serta memberikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM)

Japarde.multiply.com

Menumbuhkan Motivasi, Menggali Potensi yang Tersembunyi

Oleh : James P. Pardede


Tidak mudah untuk mewujudkan target Indonesia menurunkan angka buta aksara hingga 5 persen pada 2009 mendatang, diperlukan komitmen semua elemen bangsa dan inovasi-inovasi yang kreatif oleh para tutor dalam memelekaksarakan warga belajar buta aksara di beberapa daerah di Indonesia. Terutama daerah yang angka buta aksaranya masih tergolong sangat tinggi.


Dalam sebuah kesempatan, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengemukakan bahwa untuk menuntaskan masalah buta aksara agar lebih cepat dan efisien perlu ‘dikeroyok’ ramai-ramai. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemda), swasta, perusahaan, LSM maupun organisasi kemasyarakatan.

Memang, siapa pun mengakui kalau potret masyarakat buta huruf atau buta aksara identik dengan kantong kemiskinan pengetahuan, keterampilan, dan keterbelakangan. Oleh karena itu, fenomena daerah tertinggal memang senantiasa bersentuhan langsung dengan karakteristik masyarakatnya yang bercirikan keterbatasan sumber daya baik sumber daya alam apalagi sumber daya manusianya.

Untuk menetapkan daerah miskin beberapa variabel dominannya dirujuk dari pendapatan penduduk, kecukupan kebutuhan dasar, dan derajat kesehatan. Hasilnya menunjukkan bahwa kantong kemiskinan bagi masyarakat Indonesia tersebar di ribuan kecamatan dan ribuan desa tertinggal. Adapun ukuran kemiskinan pengetahuan, khususnya masyarakat yang dikategorikan buta huruf dan buta aksara, dilihat dari sensus penduduk yang datanya menunjukkan bahwa masyarakat tersebut (baca: usia 15-44 tahun) mengidap penyakit tiga buta, buta aksara, buta pengetahuan umum/pendidikan dasar, dan buta bahasa Indonesia.

Selain itu, tingginya angka putus sekolah di tingkat SD terutama kelas 1,2,dan 3 juga berpotensi menciptakan buta aksara. Jika melihat perkembangan penurunan buta aksara hingga 2006, hasilnya sangat menggembirakan. Tapi semakin sedikit jumlah penduduk buta aksara, maka akan semakin sulit memberantasnya. Karena, penduduk buta aksara yang tersisa adalah yang termasuk dalam golongan hardrock (sangat sulit dimelekaksarakan).

Mengatasi permasalahan masih tingginya angka buta aksara, diperlukan kerja sama berbagai pihak seperti dipaparkan di atas. Misalnya, lembaga atau instansi pemerintah seperti perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan unit pelaksana teknis. Selain itu, juga diperlukan peran swasta seperti perusahaan, BUMN, perbankan, serta organisasi masyarakat dan keagamaan.

Menumbuhkan Motivasi

Jika mengamati kondisi buta aksara di Indonesia, maka pola pembelajaran bagi penduduk buta aksara harus dilaksanakan secara utuh dan terpadu. Bila perlu, upaya-upaya dengan pendekatan psikologis dan profesi perlu diterapkan, antara lain menumbuhkan motivasi warga belajar yang terdeteksi dalam kategori warga buta aksara.

Motivasi warga belajar adalah dorongan yang menyebabkan terjadinya suatu perbuatan atau tindakan tertentu. Belajar terjadi karena adanya motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan belajar. Dorongan itu dapat timbul dari diri warga belajar yang bersumber dari kebutuhan tertentu yang ingin mendapat pemuasan; atau dorongan yang timbul karena rangsangan dari luar diri warga belajar, sehingga ia melakukan kegiatan belajar.

Motivasi yang timbul dari dalam diri warga belajar akan lebih baik dibandingkan dengan motivasi yang disebabkan oleh rangsangan dari luar, namun dalam prakteknya seringkali motivasi dari dalam sulit ditemui bahkan cenderung tidak ada. Keadaan demikian memerlukan rangsangan dari luar sehingga timbul motivasi belajar.

Rangsangan atau upaya menumbuhkan motivasi warga belajar sebenarnya masih memerlukan cara-cara yang inovatif dan kreatif. Apakah itu lewat pendekatan kekeluargaan, keagamaan atau lewat pekerjaan. Pendekatan lewat kekeluargaan dan keagamaan mungkin tidak terlalu sulit. Yang sulit adalah pendekatan lewat pekerjaan. Berdasarkan fakta di lapangan, para pekerja termasuk petani di beberapa daerah sangat sulit membagi waktu untuk belajar dan bekerja.

Kreatifitas dari tutor dalam menggiring dan menumbuhkan motivasi warga seperti ini sangat menentukan. Sebab, warga belajar yang ingin diberdayakan kebanyakan dari kalangan orang dewasa (usia antara 15 - 44 tahun) yang telah banyak makan ‘asam dan garam’ kehidupan.

Dalam pertumbuhan seseorang sampai masa dewasa, dia banyak memperoleh pengalaman dalam hidupnya, dan telah banyak belajar dari pengalaman hidup tersebut. Hasil dari pengalaman itulah yang menentukan sikap hidup, pendirian, jalan pikiran, nilai dan sebagainya dari orang bersangkutan.

Apabila sikap hidup, pikiran, ide, pengalaman, informasi dan sebagainya yang terdapat pada diri warga belajar dipupuk dan dikembangkan, maka akan membantu perkembangan atau kemajuan belajarnya. Sebaliknya, apabila hal itu ternyata menghalangi kemajuan belajar yang bersangkutan, maka menjadi kewajiban tutor untuk mengadakan usaha untuk merubah sikap hidup, pendirian atau jalan pikiran tersebut, sehingga dapat membantunya ke arah kemajuan yang dicita-citakan.

Perlu diketahui, bahwa sikap dan pendirian yang menjadi penghalang antara lain: Pertama, lekas merasa puas dengan hasil yang telah dicapai (tidak ingin mencapai hasil yang lebih baik). Kedua, tidak suka memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan-kegiatan yang sebenarnya memberi manfaat positif. Ketiga, tidak suka mengadakan penelitian atau perhitungan sebelum melakukan sesuatu pekerjaan. Keempat, kurang tekun dan disiplin dalam melakukan sesuatu. Kelima, mengabaikan aturan-aturan atau norma-norma yang berdasar ilmu pengetahuan. Keenam, tidak percaya pada kemampuan diri sendiri dan ketujuh, tidak suka bekerjasama dengan orang lain.

Karena sikap hidup dan pendirian tersebut, merupakan hasil pengalaman masa lampau, maka untuk mengubahnya harus diberikan pengalaman-pengalaman baru dan motivasi-motivasi positif yang pada akhirnya menimbulkan pengertian, kesadaran dan keyakinan bahwa mereka memiliki potensi yang tersembunyi. Bahwa mereka memiliki potensi yang harus digali agar memiliki rasa percaya pada diri sendiri, membuang rasa gengsi yang tinggi, meninggalkan sikap mau menang sendiri dan mengedepankan kebersamaan dalam menyelesaikan sebuah persoalan.

Upaya menumbuhkan motivasi kepada warga belajar dan calon warga belajar harus dapat menyadarkan dan meyakinakan warga belajar bahwa mereka yang cepat merasa puas dengan hasil pekerjaannya akan jauh ketinggalan dengan mereka yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik. Memberi pengalaman baru dan menumbuhkan motivasi warga belajar harus dilaksanakan sebagai tindakan sosial edukatif dalam program keaksaraan fungsional terhadap warga belajar.

Dengan memperhatikan hal-hal seperti dikemukakan di atas, para pengelola program keaksaraan fungsional senantiasa harus berusaha untuk dapat mengenal dan memahami berbagai segi kehidupan orang dewasa. Dengan demikian, kita dapat mengenal dan memahami unsur-unsur kehidupan orang dewasa itu yang benar-benar membawa keuntungan dan manfaat lahir bathin bagi setiap individu dan masyarakat secara keseluruhannya. Unsur-unsur yang mengandung kegunaan inilah yang harus dijadikan bahan dalam menyusun materi pembelajaran.

Menggali Potensi

Setelah upaya penyadaran dan motivasi dari warga belajar tumbuh dengan baik dan dengan memperhatikan tingkat kecerdasan serta kemampuan belajar pada orang dewasa sebagaimana dikemukakan di atas, maka dalam program keaksaraan fungsional kita perlu berpedoman pada konsep : materi pembelajaran menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, materi pembelajaran dengan contoh-contoh dari kehidupan sehari-hari, mengajak mereka mencari contoh dari kehidupan mereka sendiri, mengajak mereka memahami tentang sesuatu hal sebab akibat, mempraktekkan hal-hal yang telah diajarkan, jangan bebani mereka dengan hafalan dan berikan mereka rangsangan untuk berfikir dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menggali kemampuan berfikir mereka.

Sebenarnya, yang paling penting dalam penuntasan warga buta aksara adalah bagaimana cara menggali potensi yang tersembunyi di dalam diri mereka. Dengan menggali potensi tersebut kita akan mengetahui ke arah mana minat dan kemampuan mereka dalam meningkatkan taraf hidupnya di kemudian hari.

Lantas, kenapa pemberantasan buta aksara begitu penting sampai pemerintah meluncurkan program nasional yang diberi nama Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Aksara (GNPBA) ?

Karena pemberantasan buta aksara merupakan bagian dari Education for All dan Millenium Development Goals (MDGs). Maka pelaksanaannya bukan cuma bertujuan agar warga buta aksara menjadi melek huruf latin atau bisa berhitung. Tapi lebih dari itu, warga buta aksara juga harus didorong untuk bisa meningkatkan kualitas hidupnya.

Upaya-upaya lainnya yang bisa dilakukan untuk memberdayakan warga buta aksara setelah mendapat dukungan motivasi dan penyadaran dari berbagai elemen sebenarnya masih sangat beragam.

Misalnya, melalui program bekerja sambil belajar yang merupakan pola pembelajaran dan pemberdayaan penduduk secara terpadu antara upaya pembinaan pengetahuan dan keterampilan upajiwa dan mencari nafkah (vokasional). Inilah yang dinamakan pendekatan bekerja dan belajar, yang dapat diterapkan dalam memberdayakan penduduk usia dewasa (baca: buta aksara) melalui pendekatan andragogi dan integratif.

Pendekatan dengan bahan ajar yang langsung bersentuhan dengan profesi warga belajar diharapkan akan lebih memudahkan mereka dalam menyerap pelajaran yang disampaikan.

Jaringan Belajar

Disamping itu, ada beberapa konsekuensi logis dalam pendekatan tutorial terpadu ini khususnya dalam konteks percepatan pemberantasan buta aksara sambil bekerja. Pertama

, kegiatan pemberdayaan penduduk dewasa (15-44 tahun) dalam upaya memberantas kemiskinan pengetahuan dan ketunaan keterampilan ini hendaknya bermula dari upaya menggenjot kesadaran dari warga belajar itu sendiri (inner consciousness) bahwa belajar sambil bekerja pada hakikatnya merupakan suatu kebutuhan di samping kewajiban.

Melalui program tutorial terpadu ini diharapkan dapat ditingkatkan dan diberdayakan kemauan dan potensi setiap penduduk atau warga belajar untuk berbuat yang terbaik termasuk belajar untuk melek huruf, menambah pengetahuan dan keterampilan.

Kedua

, pola tutorial terpadu hendaknya diikuti dengan pembangunan jaringan belajar (learning network) yang dapat mengondisikan setiap penduduk/warga belajar untuk senantiasa melek ilmu pengetahuan dan keterampilan. Ini berarti warga belajar tidak berhenti seusai mengikuti program pendidikan keaksaraan dan sekadar memperoleh surat keterangan melek aksara (Sukma).

Melalui jaringan belajar masyarakat ini seperti dibangunnya perpustakaan desa, taman bacaan masyarakat, pusat sumber belajar masyarakat, dan lain-lain diharapkan masyarakat/warga belajar diajak untuk terus belajar sepanjang hayat (life long education) dalam rangka peningkatan kualitas hidupnya.

Ini perlu ditindaklanjuti keberadaannya mengingat pada beberapa kasus pelaksanaan pendidikan keaksaraan, banyak warga belajar yang tadinya sudah mulai melek aksara/huruf, mereka kembali menjadi masyarakat yang "lupa huruf". Alasannya, antara lain tidak adanya kesinambungan program pembelajaran setelah mengikuti pendidikan keaksaraan karena tidak dibinanya jaringan belajar di antara kelompok masyarakat/warga belajar itu sendiri.

Pada akhirnya, dukungan dan partisipasi masyarakat sangat mutlak dibutuhkan untuk menunjang program pengentasan buta aksara yang tengah digalakkan oleh pemerintah. Melibatkan seluruh komponen masyarakat bertujuan untuk menggalakkan kerja sama dan menumbuhkan rasa tanggungjawab moral untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, menghilangkan kebodohan dan mengurangi angka kemiskinan. Jika semua elemen masyarakat memiliki komitmen untuk ikut menumbuhkan motivasi dan menggali potensi yang tersembunyi dari warga buta aksara di negeri ini, target pemerintah ke depan untuk membebaskan Indonesia dari buta aksara bisa terealisasi. Semoga

penyandang buta aksara baru

Perempuan

06 Mei 2009

Bebaskan Perempuan dari Buta Aksara

BERDASARKAN data Badan Pusat Statistik (BPS, 2007), 81,26 persen dari 6,6 juta orang penyandang buta aksara adalah perempuan. Mereka tersebar di delapan provinsi, antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat,  dan Kalimantan Barat.

Sedangkan data Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Depdiknas (2009), jumlah perempuan buta aksara sekitar 6,3 juta orang, dan 70 persen diantaranya berusia di atas 45 tahun. Pertanyaannya, mengapa perempuan menempati peringkat pertama penyandang buta aksara? Apa yang melatarbelakanginya, dan bagaimana solusi mengatasi problem pelik itu?

Menurut Bambang Sudibyo (2008), ada tiga faktor yang melatarbelakangi fakta tersebut, yaitu kemiskinan, diskriminasi pendidikan, dan ketidakadilan sosial. Dari ketiganya, faktor diskriminasi dalam mengakses pendidikan merupakan penyebab utama.

Seperti diketahui, dalam masyarakat kita masih ada anggapan bahwa perempuan tabu mengenyam pendidikan. Sebab, tugas mereka nanti hanya di dapur, kasur, dan sumur. Singkatnya, sistem dan tradisi budaya kita terlanjur menempatkan perempuan sebagai orang kedua setelah laki-laki.

Akibat pandangan konvensional itu, perempuan sering mengenyam pendidikan rendah, yang menyebabkan mereka tidak bisa baca-tulis. Padahal, baca-tulis merupakan jendela untuk melihat dunia. Perempuan yang buta huruf akan melihat dunia ini dengan sempit, karena informasi yang diterimanya sangat sedikit.

Bahkan, perempuan hanya memiliki sedikit keahlian yang dapat diandalkan untuk memasuki dunia kerja. Akibatnya, sebagian besar perempuan cuma menjadi pembantu rumah tangga, buruh pabrik, buruh toko, dan pekerjaan rendah lainnya.

Wajar jika UNICEF (2007) dengan tegas menyeru negara-negara anggotanya —termasuk Indonesia— untuk memberikan kesempatan pendidikan dan kesetaraan gender yang seluas-luasnya sebagai agenda utama abad ini. Tujuannya, selain memberikan perlindungan hak-hak perempuan, kesetaraan juga dimaksudkan untuk menciptakan dunia yang adil, toleran, dan tanggung jawab yang bersama-sama diemban antara kaum laki-laki dan perempuan.
Langkah Strategis Tampaknya, tidak ada pilihan lain bagi bangsa ini selain membebaskan kaum perempuan dari buta aksara. Mereka adalah kaum yang memiliki hak dan kesempatan yang sama seperti kaum laki-laki. Bukankah ketika pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilu legislatif (pileg), dan pemilihan presiden (pilpres), suara mereka juga diperebutkan?

Pemberantasan buta aksara, seperti tertuang dalam Inpres No 5/2006,  harus dilakukan dengan mengerahkan segala kekuatan, mulai dari presiden, menteri terkait, gubernur, wali kota/bupati, camat, sampai kepala desa. Sedangkan pendekatan horizontal dilakukan dengan melibatkan berbagai ormas seperti Muhammadiyah, NU, dan lain-lain. Artinya, semua pihak harus bekerja sama menyatukan komitmen dan menjadikan buta aksara sebagai musuh bersama bangsa (come enemy).

Sudah saatnya kaum perempuan mendapat kesempatan pendidikan seluas-luasnya. Pemerintah bersama para stakeholders harus bahu-membahu menyadarkan masyarakat mengenai arti penting pendidikan bagi anak perempuan mereka.

Para pendonor dan penyandang dana harus merubah orientasi biasiswa. Jika semula yang berkesempatan mendapat beasiswa lebih banyak laki-laki, kini harus memberikan porsi yang sama.

Organisasi massa (ormas) dan organisasi keagamaan harus menjadi ujung tombak pemberantasan buta huruf bagi kadernya. Melalui majelis pendidikan di setiap cabang, kedua ormas ini bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk melakukan sosialisasi pentingnya pendidikan kepada masyarakat.

Institusi dan lembaga pendidikan pun harus menjadi media transformatif bagi pengentasan buta aksara. Artinya, model pembelajaran selalu melibatkan siswa pada kesadaran, kehidupan nyata atau hubungannya dengan orang lain. Singkatnya, siswa dilatih menekuni pekerjaanya sebagai sarana menemukan makna baru, sekaligus memahami karya itu sebagai objek budaya.

Perusahaan-perusahaan besar sebagai penyedia dana di luar sistem harus menyisihkan sebagian penghasilannya, misalnya tertuang dalam corporate social responsibility (CSR). Anggaran yang terkumpul, bisa digunakan untuk kegiatan pelatihan, perekrutan relawan, dan pembentukan LSM.

LSM inilah yang kelak akan memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan yang belum diajarkan di sekolah atau berbagai organisasi otonom. (Siti Fathimatuz Zahroh, aktivis gender, alumnus Politeknik Kesehatan Yogyakarta-32)

Sabtu, 27 Februari 2010

setiap warga negara berhak mendapa pendidikan

Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan

Juni 7, 2009 11:37 am

Pendidikan adalah pilar utama dalam kemajuan sutu bangsa. Tanpa pendidikan negara akan hancur disamping bidang lainnya seperti Ekososbudhankam. Suatu dikatakan maju apabila pendidikan negara tersebut berkembang pesat dan memadai. Dengan pendidikan kita bisa mengetahui sesuatu yang tak diketahui menjadi tahu. Dengan pendidikan kita bisa meningkatkan potensi diri dan cara berpikir kita, bahkan dalam suatu riwayat dikatakan, Kalau mau bahagia di dunia haruslah dengan Ilmu, Kalau mau bahagia di akhirat juga dengan Ilmu, Kalau mau bahagia di dunia dan di akhirat juga dengan Ilmu. Disini di tekankan bahwa Ilmu itu sangat penting dan utama, bahkan orang yang berilmu dan bermanfaat bagi orang lain lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan seorang ahli ibadah, tentunya dengan diikuti oleh keimanan dan ketaqwaan.
Salah satu cara mendapatkan ilmu adalah dengan pendidikan. Karena dengan pendidikan seseorang tak akan mudah di bohongi dan di tipu daya. Cara berpikir orang yang berpendidikan dengan tidak bisa diketahui tentunya, seorang yang berpendidikan haruslah mencerminkan bahwa dirinya memanglah orang yang terdidik, dan harus bisa bermanfaat bagi sekitarnya.
Pendidikan merupakan hal kompleks dan luas, sehingga muncul berbagai masalah. Pendidikan memerlukan suatu sistem yang benar-benar bagus dan berkualitas. Di Indonesia menerapkan wajib belajar 9 tahun sedangkan seseorang diterima bekerja rata-rata mempunyai latar belakang pendidikan formal minimal SLTA atau sederajat.
Sedangkan pendidikan bukan hanya formal melainkan juga informal, dan keutamaan dari pendidikan adalah pengembangan pola pikir yang lebih baik, bermartabat.

Konstitusi kita melindungi hak kita untuk mendapatkan pendidikan tertuang dalam Undang-undang Dasar Pasal 31 yaitu :

Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan

Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya

Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang

Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional

Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban  serta kesejahteraan umat manusia.

Tetapi sayang sampai saat ini dalam pelaksanaannya belum semua terlaksana. Anak-anak yang harusnya mendapatkan hak pendidikan terpaksa membantu orang tua untuk bisa bertahan hidup sehingga hak-hak dia sebagai anak terabaikan, begitupun yang dapat mengenyam pendidikan dasar hanya sekedar kewajiban dari orang tua. Sedangkan sistem pendidikan yang setiap ganti pemimpin ganti sistem pendidikan, tanpa adanya konsistensi untuk mengembangkan yang sudah baik dan berjalan, sehingga tidak masuk sampai ke sitem terbawah yaitu warga negara tersebut. Sistem pendidian yang harusnya bisa meningkatkan kemimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia kurang dirasakan alias tidak sampai sasaran. Dan masih banyak lagi… Memang suatu sistem itu saling keterkaitan, misalnya bidang pendidikan pasti berkaitan dengan bidang Ekonomi, budaya dll begitupun sebaliknya. Tugas untuk mengembangkan pendidikan tak serta merta cuma tugas dari negara yang diwakili oleh pemerintah melainkan tugas semua elemen masyarakat tentang pentingnya pendidikan dalam kehidupan ini. Dan ini sebagian sudah diaplikasikan oleh orang-orang yang peduli akan pendidikan, misalnya dengan adanya sekolah darurat di daerah kumuh dan bawah jalan tol yang ada di jakarta, di sekitarku misalnya organisasi pemuda serta LSM (maaf tak bisa saya sebutkan namanya)mengadakan bimbingan gratis kepada masyarakat yang tinggal disekitar lingkungannya, bahkan sudah masuk ke yayasan yatim piatu. Semoga kita bisa membantu pemerintah agar terwujudnya “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”, karena peran kita sangat penting, ada kata mutiara “Tuhan tidak akan merubah keadaan suatu kaum, kecuali kaum tersebut merubahnya sendiri”